victims

Thursday, February 15, 2018

Johnny Oh Johnny

Saat SD donat termewah sedunia adalah yang kita beli dari Dunkin Donuts. Franchise donat terbesar saat itu yang saingannya adalah donat kampung dan donat dunkin kw. Dalam hal ini DD senasio dengan KFC yang mana dalan suatu waktu bermunculan ayam kentaki grobakan dimana-mana sebagai saingan-tidak-langsung-KFC.
DD merajai pasar donat di Indonesia setidaknya hingga awal reformasi. Dominasi DD menurun ketika seorang oom-oom pengusaha salon (salon rambut bukan speaker pasif) mengawali bisnisnya dalam bidang perdonatan.
Johnny Andrean. Setelah mengawali bisnis di bidang kecantikan ntah mengapa ada firasat dari dirinya untuk memulai usaha bakery. Ia memulainya dengan membeli waralaba gerai roti yang harumnya bisa sampe ujung mall, Breadtalk atau versi sekarang bretok. Antrian Breadtalk tak kunjung sepi hingga kini. Meskipun sempat digoyang isu perklenikan dan sertifikat halal.
Kembali kepada roti yang tengahnya bolong ini. Setelah menekuni elmu bisnis bakery dari hasil manis Breadtalk, Oom Johnny Andrean kemudian membuka usaha kulinernya sendiri : JCO Donuts & Coffee. Hal yang menjadi sorotan dari JCO adalah :
Kok donatnya beda ya ?!
lebih empuk, nyes gitu
rasanya dan creamnya juga beragam.
Berbagai kebaruan dan keunikan JCO jelas mencium ubun-ubun DD sembari berbisik.
"duluan ya coi"
Sementara itu DD masih bertahan dengan menunya yang sangat western : donat yang dimakan polisi-polisi di Awmerika. Donat yang dimakan tuk sarapan dan Brunch. Sedangkan JCO ? dengan bahan yang lebih ringan dan rasa yang beragam, manis dan asin, memposisikan JCO sebagai kudapan yang tak kenal waktu kapan saatnya disantap.
Untuk sarapan ? sebelum makan siang ? nongkrong asik sore ?  Abis makan malem masih muat satu-dua bilah donat ? JCO pilihannya.
Namun di belakang semua itu, yang harus kita soroti adalah bahan baku tepung yang digunakan dalam pembuatan donat JCO. Tepung ini yang bikin gara-gara di negeri ini. Tepung yang juga bikin DD tak bisa berbuat banyak.
Tepung yang digunakan JCO menciptakan donat yang empuk dan lembut. Di samping itu jenis  tepung ini membuat donat lebih awet rasa dan bentuknya. Tepung tradisional milik DD menghasilkan donat yang enak ketika masih hangat atau setidaknya 12 jam masih bertahan kelembutannya. Tetapi ketika lebih dari itu donatnya mulai mengeras dan ga asik lagi tuk disantap.
Beberapa tahun pasca JCO berdiri, DD memutuskan menggunakan tepung yang sama atau mungkin mirip dan kini jangan bingung kalau tekstur keduanya memang cukup mirip.
Pasca 2 donat besar ini muncul dan membangun brand yang segar, bermunculan akhirnya gerobak-gerobak donat kentang yang tak kalah asik. Gairah perdonatan tak kunjung menepi, belum ditemukan alasannya, namun memang masih valid : good product : good advertising.

Tuesday, February 13, 2018

Walls Chocolate Magma : Retargeting / whatever u calling it

Di serbu dua brand dengan harga murah, Aice dan Glico yang rasanya enak pastinya mengguncang Walls dan Campina. Pertengahan 2017 Indoeskrim Meiji pun muncul ke permukaan dengan style iklan a la sinetron-kolosal-dubbingan-Indosiar ikut serta meramaikan industri per-eskriman.
Di tengah keramaian tersebut Diamond duduk manis menjadi andalan menu eskrim di cafe - cafe.
Aice dan Glico pastinya punya untung yang besar karena masuk ke dalam blantika eskrim Indonesia tanpa iklan sama sekali. Cukup placement kulkas ke minimarket dan beberapa warung tetangga terkemuka ( di Jogja juga dijual di Kompak : Tempat Potong Rambut)
Sementara itu Campina dan Walls terlihat kurang siap dengan susupan Aice dan Glico. Selain dingin (yha), 2 pendatang baru ini punya beberapa rasa yang unik dan enak. Namun selain dari faktor itu semua, yang paling penting adalah : Mure
Glico punya eskrim seharga 1500 yang mana dulu terakhir terjadi tahun 2010. Aice juga punya eskrim serupa dengan harga 2000 rupiah.
Menanggapi 2 anak kemarin sore, Campina mengeluarkan eskrim cup dengan kemasan yang cute dan jendol-jendol.
Walls sendiri masih berinovasi dengan beberapa rasa baru yang mungkin sudah direncanakan sebelumnya. Kemudian 17 Agustus turut merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia dengan launching Eskrim roti-rotian rasa strawberry - Vanila (merah putih) dan kemudian menutup 2017 dengan elegab mengakui keunggulan Glico dan Aice.
2018 tak dinyana Walls membuka tahun dengan mendorong produk klasik, primadona pada masanya : Ice Cream Chocolate Magma. Produk yang seumuran dengan Eskrim Pelangi ini kembali memiliki iklan personal setelah selama ini iklan Walls didominasi Magnum dan produk-produk rasa baru. Seonggok eskrim yang seperti terlupakan tetapi selalu jadi pilihan.
Dengan harga 2000 rupiah ( sempat menembus harga 3300) tentunya dengan predikat Walls, kekuatan iklan dan rasa yang enak tentunya akan mampu mendulang aktivitas pembelian yang baik ketimbang 2 eskrim kemarin sore yang tak pernah muncul namanya di media manapun. Terlebih lagi Aice sempat memiliki reputasi buruk perihal sikap mereka terhadap karyawan mereka sendiri.
Berikut cerita sensasi dingin - dingin di Indonesia, Bagaimana sikap perusahaan berusia 26 tahun menyikapi junior-juniornya yang masih alay, caper dan mencari jati diri.  Info aja, musim hujan makan eskrim tetep enak.